Senin, 22 Agustus 2011

Ya’juj & Ma’juj, sudah munculkah…..?



 

Dalam Shahih Muslim, dalam hadits An-Nawwas bin Sam’an yang sangat panjang: “Bahwa Ya’juj dan Ma’juj, ketika Isa bin Maryam membunuh Dajjal, maka Allah berfirman kepadanya : “Aku telah mengeluarkan hamba-hamba-Ku, di mana tidak ada kekuatan kedua tangan seorang pun yang mampu memerangi mereka (Ya’juj dan Ma’juj)[1], maka lindungilah[2] hamba-hamba-Ku di bukit Thur, mereka akan keluar melewati danau Thabariyyah, “Kelompok pertama dari mereka (Ya’juj dan Ma’juj) melewati danau Thabariyyah, lantas meminum air yang ada di dalamnya. Kemudian orang-orang terakhir dari mereka melalui danau tersebut, lantas mengatakan: “Dulu tempat ini pernah merupakan mata air”. Kemudian mereka menembakkan anak-anak panah[3]nya ke langit, lantas Allah mengembalikan anak panah kepada mereka ke bumi dalam keadaan berlumuran darah”. Mereka pun berkata: “Kita telah mengalahkan semua yang ada di muka bumi dan mengalahkan penduduk langit.”[4]
Diriwayatkan dengan shahih pula dalam Shahihain (yakni Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim) dari Nabi Sholallahu alaihi wa salam bahwa pada suatu hari, beliau pernah bersabda:
“Celakalah orang-orang Arab karena keburukan yang telah dekat. Hari ini, dinding Ya’juj dan Ma’juj telah dibuka seperti ini”, seraya beliau melingkarkan ibu jari dengan jari setelahnya.[5]
Hadits ini adalah dalil yang sangat jelas lagi shahih, bahwa sejak hari itu, yakni di mana Nabi Sholallahu alaihi wa salam mengucapkan sabdanya tersebut, telah ada beberapa sebab yang menjadikan Ya’juj dan Ma’juj bisa keluar. Sebab-sebab tersebut seiring berjalannya waktu menjadi semakin kuat. Sama saja, apakah maknanya seperti yang dimisalkan oleh Nabi Sholallahu alaihi wa salam dengan tujuan untuk mendekatkan hakikat sebenarnya kepada nalar pikiran, dan bahwa mereka telah mulai berusaha untuk keluar dan bergerak cepat di bumi, atau bahwa dinding Ya’juj dan Ma’juj telah terbuka pada waktu itu sebesar ukuran tersebut. Kemudian senantiasa akan semakin bertambah lebar, hingga roboh dan hancur luluh.[6]
Jika ada seseorang yang bertanya, “Kenapa manusia tidak melihat dinding tersebut rata dengan tanah? Jawaban tentang permasalahan ini telah dijelaskan sebelumnya.[7] Dan hendaknya dijawab pula : Jika sejak zaman Nabi sholallahu alaihi wa salam, dinding tersebut telah terbuka sebesar ukuran tertentu, dan kalau bukan karena sabda Nabi sholallahu alaihi wa salam tentu kaum muslimin tidak akan mengetahui tentang terbukanya, yakni dengan sabda beliau :
“Celakalah orang-orang Arab karena keburukan yang telah dekat.”
Kemudian beliau mengkabarkan ukuran terbukanya dinding tersebut. Dalam hal ini terkandung dalil yang amat gamblang bahwa dinding tersebut telah terbuka sebagiannya, dan dalam waktu yang dekat akan terbuka semuanya, lalu mereka akan keluar di tengah-tengah manusia. Juga dalam hadits itu diterangkan ciri yang sangat gamblang sekali, yang tidak diragukan lagi oleh siapa saja yang mengetahui realita. Sesungguhnya Nabi sholallahu alaihi wa salam telah mengingatkan orang-orang Arab tentang keburukan yang telah dekat, yang dilakukan oleh Ya’juj dan Ma’juj. Maka barangsiapa mengetahui kondisi bangsa Arab dan agama Islam, bagaimana kemenangan-kemenangan Islam meluas baik di timur dan barat, dan bagaimana bangsa Arab dapat memperoleh Izzah (kemuliaan) dengan Islam dan tersebar luas, di mana hal ini belum pernah diketahui oleh selain mereka. Kemudian bagaimana umat-umat lain akan mengerumuni mereka (kaum muslimin) sebagaimana orang-orang yang lapar mengerumuni makanan di atas sebuah piring besar, sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Rasul yang selalu benar dan dibenarkan (yakni Rasululullah sholallahu alaihi wa salam).[8] Selanjutnya, bagaimana setelah itu Islam menjadi surut dan kemuliaan bangsa Arab terhadap kerajaan-kerajaan Islam tersebut menjadi lenyap. Dan bagaimana mereka mengalami kehancuran dan kerusakan yang sangat besar, sedikit demi sedikit, sampai terjadilah penghancuran yang amat dahsyat oleh bangsa Tartar,[9] yang mana mereka adalah dari jenis Ya’juj dan Ma’juj dan dari satu tempat tinggal dengan mereka, sebagaimana dijelaskan oleh ahli sejarah. Diantara mereka adalah Ibnu Katsir Rohimahullah. [10]

Anda penasaran…?
Ingin tahu lebih banyak tentang Ya’juj & Ma’juj…?
Baca selengkapnya dalam “Misteri Ya’juj & Ma’juj”, Daar An-Naba’, Solo

[1]. Yakni tidak ada daya dan kekuatan, seakan-akan kedua tangannya tidak ada karena tidak mampu untuk melawannya.
[2]. Yakni kumpulkanlah mereka, dan buatkanlah bagi mereka perlindungan. Kata Al-Hirzu (perlindungan) adalah tempat untuk berlindung.
[3]. An-Nusysyaabu adalah panah-panah mereka.
[4]. Potongan dari hadits yang sangat panjang, yang diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya no. 2937.
[5]. Shahih Al-Bukhari (3347, 7136) dan Shahih Muslim (2880).
[6]. Ibnu Katsir rahimahullah telah mengkorelasikan antara hadits di atas dengan firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
“Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya.” (QS. Al-Kahfi : 97).
Dengan pernyataan beliau: “Adapun mereka yang berpendapat bahwa hal ini sebagai isyarat terbukanya pintu-pintu keburukan dan fitnah, dan bahwa hal ini hanya kata kiasan murni dan memberikan permisalan, maka ini tidak ada masalah. Sementara pendapat yang menjadikan hal itu sebagai khabar tentang suatu perkara yang bisa dijangkau oleh panca indra, sebagaimana makna yang tersurat secara langsung, maka inipun juga tidak ada masalah, karena firman-Nya: “maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya.” (QS. Al-Kahfi: 97), yakni pada waktu itu, karena bentuk ungkapan ini menggunakan kabar yang sudah lampau, sehingga tidak menafi’kan hal itu bisa terjadi dikemudian hari, dengan izin Allah terhadap mereka (Ya’juj dan Ma’juj) untuk diberi kemampuan tersebut (yakni untuk mendaki dan melobangi dinding Dzulqarnain). Kemudian mereka mampu menguasainya secara bertahap sedikit demi sedikit, hingga habislah waktunya dan melewati batas waktu yang telah ditentukan, kemudian mereka keluar sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala:
“…dan mereka datang dengan cepat dari segala arah.” (QS. Al-Anbiya’: 96).
Al-Bidayah Wan Nihayah: II/558.
[7]. Teliti kembali dalil pertama dalam risalah ini, hal. 75, 76 (dalam edisi Arabnya-Pent).
[8] Beliau mengisyaratkan hadits Tsauban Rodhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata: “Rasulullah sholallahu alaihi wa salam bersabda:
“Hampir tiba masanya umat-umat lain akan memperebutkan kamu dari segala ufuk (penjuru) sebagaimana orang-orang lapar memperebutkan makanan di atas mangku”. Ia berkata, kami berkata: “Ya Rasulullah! Apakah karena jumlah kami sedikit ketika itu?” Beliau menjawab: “Bahkan pada saat itu kalian berjumlah banyak, akan tetapi kalian laksana buih air bah. (Allah) mencabut rasa takut dari hati-hati musuhmu, dan akan mencampakkan ke dalam hati kamu penyakit Al-Wahn!” Bertanyalah seseorang: “Wahai Rasulullah, apa penyakit Al-Wahn itu?” Beliau menjawab: “Cinta hidup dan takut mati”. (Diriwayatkan oleh Ahmad dan lafadz ini miliknya, dalam Al-Musnad: (V/278) no. (22498) dan Abu Dawud, dalam Al-Malahim no. (4297). Al-Albani menshahihkannya dalam Shahih Abu Dawud, hadits (3610, 4297) dan dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. (956).
[9] Itu merupakan di antara sebesar-besar fitnah yang telah menyapu (memusnahkan) kaum muslimin, sampai-sampai Ibnu Atsir rohimahullah pada hal. (555 – 620) berkata dalam buku sejarahnya: “Sungguh, telah berjalan beberapa tahun aku enggan untuk mengingat kejadian tersebut karena amat dahsyat dan tidak suka mengingatnya kembali. Akhirnya, aku dalam menulis sejarah terpaksa lebih mendahulukan seseorang dan mengakhirkan yang lainnya. Karena orang muslim mana yang begitu mudah menulis kabar kematian Islam dan kaum muslimin?! Dan muslim mana yang begitu enteng mengingat kejadian tersebut?! Aduhai, alangkah baiknya sekiranya ibuku belum melahirkanku. Aduhai, alangkah baiknya seandainya aku mati sebelum kejadian tersebut, sehingga aku menjadi sesuatu yang tidak berarti dan dilupakan…. Kalau ada seseorang yang berkata: “Sesungguhnya dunia sejak Allah Subhanahu wa ta’ala menciptakan Adam sampai sekarang belum pernah mengalami ujian seperti kejadian tersebut”, niscaya ia benar. Sesungguhnya semua sejarah belum pernah menceritakan kejadian yang mirip dengan kejadian tersebut, dan tidak ada yang mendekatinya… Dan mudah-mudahan manusia tidak akan melihat seperti kejadian ini sampai musnahnya alam dan lenyapnya dunia kecuali bangsa Ya’juj dan Ma’juj”. Al-Kaamil Fit Taariikh: X/333, peristiwa- peristiwa pada tahun 617 H.
Demikianlah, beliau rohimahullah setelah itu tidak hidup lama, sehingga dapat menyaksikan sisa-sisa fitnah yang ditimbulkan oleh mereka (bangsa Tartar), runtuhnya Baghdad ibukota khilafah Islamiyah, dan kejadian-kejadian dahsyat lainnya, sebagaimana yang dijabarkan oleh Ibnu Katsir rohimahullah dalam Al-Bidayah Wan Nihayah: XVII/356 – 364, peristiwa-peristiwa pada tahun 656 H.
Fitnah ini telah terjadi sejak tahun 617 H yang berasal dari perbatasan-perbatasan Cina, kemudian selesai atau hampir selesai pada tahun 658 H di ‘Ain Jaaluut di Syam (Syiria).
[10] Ibnu Katsir rohimahullah berkata dalam buku sejarahnya: “Ya’juj dan Ya’juj adalah suatu golongan dari Turki, dan mereka masih keturunan bangsa Mongol. Mereka adalah manusia yang sangat kejam dan lebih banyak membuat kerusakan dari pada nenek moyangnya (bangsa Mongol). Penisbatan Ya’juj dan Ma’juj kepada mereka seperti penisbatan mereka kepada yang lainnya”. Namun ada yang mengatakan: “Sesungguhnya yang menyebabkan dinamai dengan Turki adalah ketika Dzulqarnain membangun dinding, lalu beliau memasukkan Ya’juj dan Ma’juj di balik dinding tersebut, sehingga tersisalah satu kelompok yang mereka tidak pernah melakukan kerusakan seperti mereka. Akhirnya mereka tertinggal di balik dinding tersebut. Oleh karena itu, mereka disebut “At-Turki”. Al-Bidayah Wan Nihayah: II/553.
Beliau juga mengatakan dalam tafsirnya: “Sesungguhnya mereka dinamai dengan At-Turki karena mereka ditinggal di belakang dinding tersebut, bila ditinjau dari segi ini. Dan kalaupun tidak, maka mereka adalah termasuk sanak kerabat mereka.” Yang beliau maksudkan adalah Ya’juj dan Ma’juj. Tafsiirul Qur’aanil ‘Azhim: V/195.
Sementara dalam buku Al-Fitan Al-Malaahim, sebagai tambahan dalam buku sejarahnya, beliau mengatakan: “Mereka adalah seperti manusia biasa, yang menyerupai mereka (Ya’juj dan Ma’juj), yakni seperti anak keturunan jenis mereka sendiri dari bangsa Turki yang tidak fasih berbicara, Mongolia, mata-mata mereka sipit, hidung-hidung mereka kecil, rambut-rambut mereka berwarna pirang/merah, bentuk dan rupanya seperti mereka”. Al-Bidaayah Wan Nihaayah: XIX/239.
Referensi : “Misteri Ya’juj & Ma’juj, Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, Daar An-Naba’, Solo

0 200 komentar:

Posting Komentar

Ad Ad Ad

Ad